BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini masalah seksualitas
selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan
karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada
diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena
dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian
keturunannya.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah
seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan
lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual
sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari
orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama
sekali.
Pemberian informasi masalah seksual menjadi
penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang
aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan
sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka
sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan
sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki
pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar
remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan,
seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih
lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.
Karena meningkatnya minat remaja pada
masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka
remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber
informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit
remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh
karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang
mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi,
membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet.
Memasuki Milenium baru ini sudah selayaknya
bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan
mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala
sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat
ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan
pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan
sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang
alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah
sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya
secara perlahan-lahan harus diubah.
Sudah saatnya pandangan semacam ini harus
diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan
bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar
nikah, aborsi, penyakit kelamin, dll, adalah contoh dari beberapa kenyataan
pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru
mengenai seksualitas.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian pendidikan seks?
2.
Mengapa perlu pendidikan seks?
3.
Bagaimana kronologi pelaksanaan pendidikan seks?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian pendidikan seks.
2.
Mengetahui pentingnya pendidikan seks.
3.
Mengetahui kronologi pelaksanaan pendidikan seks.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Seks
Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan
seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan
berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat
para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian
tentang pendidikan seks. Pendidikan seks berusaha menempatkan
seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks.
Dengan pendidikan seks
kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar
terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat diberitahu mengenai
berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya.
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan
dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara
hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Karakter seksual
masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti
yang pendapat berikut ini: sexual
characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are
directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia).
Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that
generally distinguish one sex from the other but are not essential to
reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial
hair and deeper voices characteristic of men (microsoft encarta encyclopedia
2002).
Pendapat tersebut seiring dengan pendapat
Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan
tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut
Hurlock, pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot
bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain-lain. Sedangkan pada remaja
putri: pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai
mengalami haid, dan lain-lain.
Seiring dengan pertumbuhan primer dan
sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan
dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu
yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi
untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan
dan mempertahankan keturunan.
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi
Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai
persoalan seksualitas manusia jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan, sampai kelahiran, tingkah laku seksual, dan aspek-aspek
kesehatan, kejiwaan, dan kemasyarakatan.
Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan,
pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang
masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak sejak ia mengerti
masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkawinan. Pendidikan
seks dapat diartikan sebagai penerangan tentang anatomi, fisiologi seks
manusia, dan bahaya penyakit kelamin.
Menurut kamus, kata “pendidikan” berarti
“proses pengubahan sikap dan tata laku kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sedangkan kata seks mempunya dua
pengertian. Pertama, berati jenis kelamin dan yang ke dua adalah hal ihwal yang
berhubungan dengan alat kelamin, misalnya persetubuhan atau sanggama. Padahal
yang disebut pendidikan seks sebenarnya mempunyai pengertian yang jauh lebih
luas, yaitu upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan biologis,
psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan
manusia.
Dengan kata lain, pendidikan seks pada
dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ
reproduksi dengan menanamkan moral, etika, serta komitmen agama agar tidak
terjadi “penyalahgunaan” organ reproduksi tersebut. Dengan demikian, pendidikan
seks ini bisa juga disebut pendidikan hidup berkeluarga.
Pendidikan seks
menurut Surtiretna ( 2000 ) yaitu upaya memberikan pendidikan dan pengetahuan
tentang perubahan biologis, psikologis dan psikososial sebagai akibat
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dengan kata lain, pendidikan seks pada
dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ
reproduksi dan menanamkan moral etika, serta komitmen agama supaya tidak
terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut.
Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks adalah upaya untuk memberikan
pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis, dan psikososial yang
terjadi pada tiap orang untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan organ
reproduksi.
B.
Pentingnya Pendidikan Seks
Pendidikan seks (sex
education) adalah suatu informasi mengenai persoalan
seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses
terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspek-aspek
kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Pendapat lain
mengatakan bahwa Pendidikan Seks (sex
education) adalah suatu pengetahuan yang kita ajarkan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup
mulai dari pertumbuhan jenis kelamin (Laki-laki atau wanita). Bagaimana fungsi kelamin sebagai alat
reproduksi. Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada
laki-laki. Tentang menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada
timbulnya birahi karena adanya perubahan pada hormon-hormon. Termasuk nantinya
masalah perkawinan, kehamilan dan sebagainya.
Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih
trend-nya “sex education” sudah seharusnya
diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui
pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya sex education maupun pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi di kalangan
remaja.
·
Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja.
·
Memiliki kesadaran akan pentingnya memahami
masalah seksualitas.
·
Memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi
seksualnya.
·
Memahami masalah-masalah seksualitas remaja.
·
Memahami faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya masalah-masalah seksualitas.
Faktor pertama
adalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex
education, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks
adahal hal yang tabu. Sehingga dari ketidakpahaman tersebut para remaja merasa
tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.
Faktor kedua, dari
ketidakpahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di
lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya sebatas komoditi,
seperti media-media yang menyajikan
hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain, VCD, majalah, internet, bahkan
tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu.
Dampak dari ketidakpahaman remaja tentang sex education ini, banyak hal-hal
negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang
tidak diinginkan, penularan virus HIV dan sebagainya.
Ada beberapa
pendapat yang bilang, ”sex education” memang pantas dimasukkan
dalam kurikulum di sekolah menengah, apalagi siswa pada ini adalah masa
pubertas. Pendidikan Seks ”Sex
education” sangat perlu sekali untuk mengantisipasi, mengetahui atau
mencegah kegiatan seks bebas dan mampu menghindari dampak-dampak negatif
lainnya.
Mungkin kita baru
menyadari betapa pentingnya pendidikan seks karena banyak
kasus pergaulan bebas muncul di
kalangan remaja dewasa ini. Kalau kita berbicara tentang pergaulan bebas, hal ini sebenarnya
sudah muncul dari dulu, hanya saja sekarang ini terlihat semakin parah.
Pergaulan bebas remaja ini bisa juga karena dipicu dengan semakin canggihnya
kemajuan teknologi, juga sekaligus dari faktor perekonomian global. Namun hanya
menyalahkan itu semua juga bukanlah hal yang tepat. Yang terpenting adalah
bagaimana kita mampu memberikan pendidikan seks (sex
education) kepada generasi muda.
C. Kronologi
Pelaksanaan Pendidikan Seks
Telah disepakati bahwa pendidikan yang
berlangsung/terjadi sepanjang hayat/hidup atau life long education, atau sejak
lahir sampai mati. Demikian juga pendidikan seks juga dapat dilaksanakan
sepanjang hayat tetapi cukup dari lahir sampai mati.Awal pendidikan seks
dimulai sejak bayi dilahirkan, dimulai dengan sifat ingin tahu menuntun perkembangan
pikirannya. Dorongan rasa ingin tahu merupakan kerinduan untuk mengetahui dan
menyelidiki yang diketahuinya yang berarti merangsang kecerdasan otak, sebagai
sarana berkembangnya kesanggupan untuk belajar selanjutnya. Yang menarik
perhatian dari seorang bayi yang baru dilahirkan adalah segala kebutuhan
fisiknya masih harus disediakan orang tuanya (sebelum pikirannya mulai
berkembang), sehingga tubuh bayi menjadi sehat, jasmani dan pikirannya. Bayi
mulai tertarik pada soal makanan dan kesenangan-kesenangan fisik, kemudian
barulah pikirannya mulai berkembang. Mula-mula bayi merasakan perasaan
segar/sehat, kasih sayang, kehangatan, melihat pemandangan-pemandangan indah
dan menarik, mendengar/menikmati bunyi-bunyian dan sebagainya. Sekitar umur
tiga sampai tujuh tahun, kecerdasan otak anak berkembang sampai taraf dimana ia
mulai mengadakan pertanyaan, misalnya bagaimana ia dilahirkan ke dunia sebagai
pertanyaan kekanak-kanakan. Pertanyaan semacam ini harus dijawab dengan penuh
kebijaksanaa, penuh kasih sayang tanpa unsur yang menakut-nakuti, sehingga
keluarga sebagai tempat pendidikan informal terlaksana dengan baik dan lancar,
misalnya Berbagai pertanyaan yang dikemukakan anak tentang proses kelahiran,
dan sebagainya.
Dalam bukunya Handbook on Sex Instruction
Ottensen-Jensen membuat rencana pendidikan seks menurut golongan umur, yaitu:
·
Umur 7-10 tahun: dimulai dengan memberikan fakta-fakta tentang
reproduksi pada umumnya, yaitu fertilisasi, perkawinan, serta persalinan pada
binatang-binatang (ayam, kambing, ikan dan sebagainya).
·
Umur 10-13 tahun: diberikan embriologi alat kelamin dalam anatomi, dan
sebagainya tanda-tanda kelamin sekunder, menstruasi/haid, pertumbuhan
fetus/janin, dan persalinan. Harus disertai pemberian nasehat, agar jangan
sampai/mudah diajak ikut dengan orang yang belum dikenal karena kemungkinan
terjadinya penculikan atau pemerkosaan.
·
Umur 13-16 tahun: diberikan diskusi sexual intercourse (persetubuhan),
premarital intercourse (persetubuhan sebelum nikah), illegitimasi (perkawinan tidak
sah ) dll. Pada taraf ini diterangkan aspek sosial dari hubungan seks, yaitu
tanggung jawab terhadap pasangan/partnernya, terhadap anak yang mungkin
dilahirkan, dan terhadap lingkungannya. Harus diterangkan/ditekankan pula
tentang hubungan seks sebagai suatu tindakan yang harus berdasarkan perasaan
saling cinta-mencintai dan harga menghargai. Banyak bukti menunjukan, keluarga
bahagia adalah tempat yang terbaik untuk mendidik anak.
·
Umur 16 tahun ke atas: Termasuk mereka yang telah menikah, tanpa bekal pendidikan
seks sebelumnya, ini perlu mendapat perhatian, karena meskipun terlambat lebih
baik daripada tidak pernah mendapatkan sama sekali.
Jadi pendidikan seks yang paling efektif
diperoleh dari orang tua atau pengganti orang tua dalam rumah tangga yang
bahagia. Disekolah-sekolah dapat ditekankan tentang ajaran kejujuran,
tanggungjawab, dan anticipation.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks
adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu
remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko
sehingga mereka dapat menghindarinya.
Pendidikan seks dapat diartikan sebagai
penerangan tentang anatomi fisiologi seks manusia, bahaya penyakit kelamin. Pendidikan
seks adalah membimbing serta mengasuh seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi,
dan tujuan seks, sehingga ia dapat menyalurkan secara baik, benar, dan legal.
Ada dua faktor
mengapa pendidikan seks (sex
education) sangat penting bagi remaja. Faktor pertama
adalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex
education, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks
adahal hal yang tabu. Sehingga dari ketidak fahaman tersebut para remaja merasa
tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.
Faktor kedua, dari
ketidakpahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di
lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya sebatas komoditi.
B. Saran
Disini dapat ditekankan bahwa pendidikan seks itu harus diberitahukan
kepada anak pada usia dini sehingga tidak ada kesalahpahaman dalam
penafsirannya yang dapat berakibat fatal. Disini peran orang tua sebagai
pendidik untuk anaknya dapat mengarahkan anaknya agar tidak terjerumus oleh
perbuatan tercela dan dilaknat oleh Allah SWT baik itu didunia maupun diakhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan: suatu
analisis sosiologi tentang pelbagai problem pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta,
2010.